A.
Konsep
Dasar Sirosis Hepatis
1.
Definisi
Sirosis Hepatis
Sirosis
adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi arsitektur yang
normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati,
yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal. Nodul-nodul regenerasi ini dapat
berukuran kecil (mikronodular) dan besar (makronodular). Sirosis dapat
mengganggu sirkulasi darah intra hepatic, dan pada kasus yang sangat lanjut,
menyebabkan kegagalan fungsi hati yang secara bertahap. (Price
& Wilson, 2002).
Sirosis
adalah kondisi fibrosis dan pembentukan jaringan parut yang difus di hati. Jaringan
hati normal digantikan oleh nodus-nodus fibrosa yang mengerut dan mengelilingi
hepatosit. Arsitektur dan fungsi normal hati terganggu. (Corwin, 2001)
Jadi
Sirosis Hepatis adalah penyakit hati kronis yang diakibatkan adanya distorsi
arsitektur pada lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul yang beregenerasi
pada sel hati sehingga menyebabkan sirkulasi darah di hati tidak normal yang menyebabkan
kegagalan fungsi hati atau fungsi normal hati terganggu.
2.
Etiologi
Sirosis Hepatis
Sirosis dapat disebabkan
oleh banyak keadaan, termasuk radang kronis berkepanjangan, racun, infeksi, dan
penyakit
jantung. Di Amerika sendiri penyebab sirosis hepatic mulai dari yang paring
sering
a. Hepatitis C (26%)
b. Alcoholic Liver Disease (21%)
c. Penyebab Cryptogenik/Tidak diketahui
(18%)
d. Hepatitis C + Alkohol (15%)
e. Hepatitis B (15%)
f. Lain-lain (5%)
3.
Anatomi
Fisiologi Hati
1.1 gambar anatomi hati
|
Hati
manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, dibawah diafragma, dikedua
sisi kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan. Beratnya
1200-1600 gram. Permukaan atas terletak bersentuhan dibawah diafragma,
permukaan bawah terletak bersentuhan di atas organ-organ abdomen. Hepar
difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus oleh peritonium
kecuali di daerah posterior-posterior yang berdekatan dengan vena cava inferior
dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma.
Hepar
dibungkus oleh simpai yg tebal, terdiri dari serabut kolagen dan jaringan
elastis yg disebut Kapsul Glisson. Simpai ini akan masuk ke dalam parenchym
hepar mengikuti pembuluh darah getah bening dan duktus biliaris. Massa dari
hepar seperti spons yg terdiri dari sel-sel yg disusun di dalam
lempengan-lempengan/ plate dimana akan masuk ke dalamnya sistem pembuluh
kapiler yang disebut sinusoid. Sinusoid-sinusoid tersebut berbeda dengan
kapiler-kapiler di bagian tubuh yang lain, oleh karena lapisan endotel yang
meliputinya terediri dari sel-sel fagosit yg disebut sel kupfer. Sel kupfer
lebih permeabel yang artinya mudah dilalui oleh sel-sel makro dibandingkan
kapiler-kapiler yang lain. Lempengan sel-sel hepar tersebut tebalnya satu sel
dan punya hubungan erat dengan sinusoid. Pada pemantauan selanjutnya nampak
parenkim tersusun dalam lobuli-lobuli Di tengah-tengah lobuli terhadap satu
vena sentralis yg merupakan cabang dari vena-vena hepatika (vena yang
menyalurkan darah keluar dari hepar).Di bagian tepi di antara lobuli-lobuli terhadap
tumpukan jaringan ikat yang disebut traktus portalis/TRIAD yaitu traktus
portalis yang mengandung cabang-cabang v.porta, A.hepatika, ductus
biliaris.Cabang dari vena porta dan A.hepatika akan mengeluarkan isinya
langsung ke dalam sinusoid setelah banyak percabangan Sistem bilier dimulai
dari canaliculi biliaris yang halus yg terletak di antara sel-sel hepar dan
bahkan turut membentuk dinding sel. Canaliculi akan mengeluarkan isinya ke
dalam intralobularis, dibawa ke dalam empedu yg lebih besar , air keluar dari
saluran empeduenuju kandung empedu. (Price & Wilson, 2002)
1.2 gambar anatomi hati
|
Hati
merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi tubuh
sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah. Ada beberapa fungsi hati
yaitu :
a.
Fungsi
hati sebagai metabolisme karbohidrat
Pembentukan,
perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein saling berkaitan satu sama lain.
Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi
glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam
hati kemudian hati akan memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan
glikogen mjd glukosa disebut glikogenelisis.Karena proses-proses ini, hati
merupakan sumber utama glukosa dalam tubuh, selanjutnya hati mengubah glukosa
melalui heksosa monophosphat shunt dan terbentuklah pentosa. Pembentukan
pentosa mempunyai beberapa tujuan: Menghasilkan energi, biosintesis dari
nukleotida, nucleic acid dan ATP, dan membentuk/ biosintesis senyawa tiga
karbon (3C)yaitu piruvic acid (asam piruvat diperlukan dalam siklus krebs).
b. Fungsi hati sebagai
metabolisme lemak
Hati tidak hanya membentuk/
mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan katabolisis asam lemak. Asam lemak
dipecah menjadi beberapa komponen :
1) Senyawa
4 karbon – KETON BODIES
2) Senyawa
2 karbon – ACTIVE ACETATE (dipecah menjadi asam lemak dan gliserol)
3) Pembentukan
cholesterol
4) Pembentukan
dan pemecahan fosfolipid
5)
Hati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi kholesterol. Dimana serum Cholesterol menjadi standar pemeriksaan metabolisme lipid
Hati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi kholesterol. Dimana serum Cholesterol menjadi standar pemeriksaan metabolisme lipid
1.3 gambar anatomi hati
|
c.
Fungsi
hati sebagai metabolisme protein
Hati
mensintesis banyak macam protein dari asam amino. dengan proses deaminasi, hati
juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino.Dengan proses
transaminasi, hati memproduksi asam amino dari bahan-bahan non nitrogen. Hati
merupakan satu-satunya organ yg membentuk plasma albumin dan ∂ - globulin dan
organ utama bagi produksi urea.Urea merupakan end product metabolisme protein.∂
- globulin selain dibentuk di dalam hati, juga dibentuk di limpa dan sumsum
tulang β – globulin hanya dibentuk di dalam hati.albumin mengandung ± 584 asam
amino dengan BM 66.000
d.
Fungsi
hati sehubungan dengan pembekuan darah
Hati
merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan
koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX,
X. Benda asing menusuk kena pembuluh darah – yang beraksi adalah faktor
ekstrinsi, bila ada hubungan dengan katup jantung – yang beraksi adalah faktor
intrinsik.Fibrin harus isomer biar kuat pembekuannya dan ditambah dengan faktor
XIII, sedangakan Vit K dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan beberapa
faktor koagulasi.
e.
Fungsi
hati sebagai metabolisme vitamin
Semua
vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, K
f.
Fungsi
hati sebagai detoksikasi
Hati
adalah pusat detoksikasi tubuh, Proses detoksikasi terjadi pada proses
oksidasi, reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai macam
bahan seperti zat racun, obat over dosis.
g.
Fungsi
hati sebagai fagositosis dan imunitas
Sel
kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan melalui
proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi ∂ - globulin
sebagai imun livers mechanism.
h.
Fungsi
hemodinamik
Hati
menerima ± 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal ± 1500 cc/
menit atau 1000 – 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam a.hepatica ± 25%
dan di dalam v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati.
Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh faktor mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu exercise, terik matahari, shock. Hepar merupakan organ penting untuk mempertahankan aliran darah.
1.4 organ yang berhubungan dengan hati
|
4.
Etiologi
Sirosis Hepatis
a.
Sirosis
Laennec
Sirosis
Laennec adalah sirosis alkoholik, portal, dan sirosis gizi, merupakan suatu
pola khas sirosis tekait penyalahgunaan alkohol.
Pada kasus
Laennec sangat lanjut, lemberan-lembaran jaringan ikat yang tebal terbentuk
pada tepian lobus, membagi parenkim menjadi nodul-nodul halus. Nodul-nodul ini
dapat membesar akibat aktivitas regenersi sebagai upaya hati untuk mengganti
sel-sel yang rusak. Hati tampak terdiri dari sarang-sarang sel –sel degerenasi
dan regenerasi yang dikemas padat dalam kapsula fibrosa yang tebal. Pada
keadaan ini sirosis sering disebut sirosis
nodular halus. Hati akan menciut, mengeras, dan hampir tidak memiliki
parenkim normal pada stadium akhir sirosis, yang mengakibatkan terjadinya
hipertensi portal dan gagal hati. Penderita sirosis Laennec lebih beresiko
menderita karsinama sel hati primer (hepatoselular).
b. Sirosis Pascanekrotik
Sirosis pascanekrotik agaknya terjadi setelah
nekrosis berbercak pada jaringan hati. Hepatosit dikelilingi dan dipisahkan
oleh jaringan parut dengan kehilangan banyak sel hati dan diselingi dengan
parenkim hati normal.
Sejumlah
kecil kasus akibat intoksikasi yang pernah diketahui adalah dengan bahan kimia
industri, racun, ataupun obat-obatan
seperti pospat, kontrasepsi oral, metil-dopa, arsetik, dan karbon
peptraklorida.
Ciri
khas sirosis pascanekrotik adalah bahwa tampaknya sirosis ini factor
predisposisi timbulnya neoplasma hati primer (karsinoma hepatoseluler).
c. Sirosis Biliaris
Kerusakan sel hati yang dimulai
disekitar duktus biliaris akan menimbulkan pola sirosis yang dikenal sebagai
sirosis biliaris. Penyebab tersering sirosis biliaris adalah obstruksi biliaris
pascahepatik. Statis ampedu menyebabkan peenumpukan ampedu di dalam massa hati
dan kerusakan sel-sel hati. Terbentuk lembar-lembar fibrosa di tepi lobulis,
namun jarang memotong lobules seperti sirosis Laennec. Hati membesar, keras,
bergranula, halus, dan berwarna kehijauan. Icterus selalu menjadi bagian awal
dan utama dari sindrom ini, demikian pula pruritus malabsorsi dan
steatorea.
Sirosis
biliaris primer menampilkan pola yang mirip dengan sirosis biliaris sekunder
yang barussaja dilepaskan di atas, namun lebih jarang ditemukan. Penyebab
keadaan ini (yang berkaitan dengan lesi-lesi duktulus ampedu intra hepatik).
Sumbat ampedu sring ditemukan dalam kapiler-kapiler dan duktulus ampedu, dan
sel-sel hati sering kali mengandung pigmen hijau. Saluran ampedu ekstra hepatic
tidak ikut terlibat. Hipertensi portal yang timbul sebagai komplikasi jarang
terjadi. (Price & Wilson, 2002).
5. Patofisiologi Sirosis
Hepatis
Inflamasi
yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi virus dan
oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan-bahan kimia. Unit fungsional
dasar dari hepar disebut lobul dan unit ini unik karena memiliki suplai darah
sendiri. Sering dengan berkembangnya inflamasi pada hepar, pola normal pada
hepar terganggu. Gangguan terhadap suplai darah normal pada sel-sel hepar ini
menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar. Setelah lewat masanya,
sel-sel hepar yang menjadi rusak dibuang dari tubuh oleh respon sistem imun dan
digantikan oleh sel-sel hepar baru yang sehat. Oleh karenanya, sebagian besar
klien yang mengalami hepatitis sembuh dengan fungsi hepar normal.
Inflamasi
pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan peningkatan suhu badan dan
peregangan kapsula hati yang memicu timbulnya perasaan tidak nyaman pada perut
kuadran kanan atas. Hal ini dimanifestasikan dengan adanya rasa mual dan nyeri
di ulu hati.
Timbulnya
ikterus karena kerusakan sel parenkim hati. Walaupun jumlah billirubin yang
belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap normal, tetapi karena
adanya kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik, maka terjadi
kesukaran pengangkutan billirubin tersebut didalam hati. Selain itu juga
terjadi kesulitan dalam hal konjugasi. Akibatnya billirubin tidak sempurna
dikeluarkan melalui duktus hepatikus, karena terjadi retensi (akibat kerusakan
sel ekskresi) dan regurgitasi pada duktuli, empedu belum mengalami konjugasi
(bilirubin indirek), maupun bilirubin yang sudah mengalami konjugasi (bilirubin
direk). Jadi ikterus yang timbul disini terutama disebabkan karena kesukaran
dalam pengangkutan, konjugasi dan eksresi bilirubin.
Tinja
mengandung sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja tampak pucat (abolis).
Karena bilirubin konjugasi larut dalam air, maka bilirubin dapat dieksresi ke
dalam kemih, sehingga menimbulkan bilirubin urine dan kemih berwarna gelap.
Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai peningkatan garam-garam
empedu dalam darah yang akan menimbulkan gatal-gatal pada ikterus.
6. Manifestasi Klinik
Pembesaran Hati, pada awal perjalanan sirosis, hati
cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi
keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri
abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan beru saja
terjadi sehingga terjadi regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula
Glissoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan
berkurang setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila
dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba berbenjol-benjol (noduler).
Obstruksi portal dan asites, manifestasi lanjut sebagian
disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang kronis dan sebagian lagi oleh
obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari organ-organ digestif akan
berkumpul dalam venapota dan di bawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak
memungkinkan pelintasan darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan
kembali ke limpa dan traktus gastrointerstinal dengan konsekuensi bahwa
organ-organ ini menjadi tempat kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain,
kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat
bekerja dengan baik. Pasien dengan keadaan ini semakin cenderung menderita
dyspepsia kronis dan konstipasi atau diare. Berat badan pasien berangsur-angsur
mengalami penurunan.
Cairan yang kaya protein dan
menumpuk di rongga peritoneal akan menyebabkan asites. Hal ini ditunjukan
melalui perfusi akan adanya shifting dullness atau gelombang cairan.
Splenomegaly juga terjadi. Jaringan-jaringan telangiektasis, atau dilatasi
arteri superfisial menyebabkan jarring berwarna biru kemerahan, yangsering
dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan keseluruhan tubuh.
Varises gastrointerstinal, obstruksi aliran darah lewat hati
yang terjadi akibat penurunan fibrotic juga mengakibatkan pembuluh darah
kolateral dalam sisetem gastrointerstinal dan pemintasan (shunting) darah dari
pembuluh portal ke dalam pembuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah.
Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh
darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput
meduase), dan distensi pembuluh darah di rectum bagian bawah merupakan darah
yang sering mengalami pembentukan pembuluh darah kolateral. Distensi pembuluh
darah ini akan membentuk varises atau hemoroid tergantung pada lokasinya.
Karena fingsinya bukan untuk
menanggung volume darah dan tekanan tinggi akibat sirosi, maka pembuluh darah
ini akan mengalami rupture dan menimbulkan perdarahan. Penderita akan mengalami
hemoragi massif dan rupture varises pada lambung dan esovagus.
Edema, gejala lanjut lainnya pada sirosis
hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma
menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi
aldosterone yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan
ekskresi kalium.
Defisiensi vitamin dan anemia, karena pembentukan, penggunaan dan
penyimpanan fitamin tertentu yang tidak memadai (terutama vitamin A, C, dan K),
maka tanda-tanda defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai, khususnya sebagi
fenomena hemoragik yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K. Gastritis kronis
dan gangguan fungsi gastrointestisial bersama-sama asupan diet yang tidak
adekuat dan gangguan fungsi hati untuk menimbulkan anemia yang sering menyertai
sirosis hepatis. Gejala anemia dan status nutrisi serta kesehatan pasien yang
buruk akan mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan untuk
melakukan aktifitasrutin sehari-hari.
Kemunduran mental, kemunduran fungsi mental dengan
enefalopati dan koma hepatic yang membakat. Karena itu, pemeriksaan neurologi
perlu dilakukan pada sirosis hepatis dan mencakup perilaku umum pasien,
kemampuan kognitif, orientasi terhadap waktu serta tempat, dan pola bicara. (Smeltzer,
2001)
7. Penelatalaksanaan medik
a.
Vitamin K ( koagulan/pembekuan),
sebagai koenzim yang mensintesa factor pembekuan darah. Vitamin K berfungsi
juga untuk metabolisme kalsium dan perkembangan tulang.
b.
Vitazim merupakan vitamin yang
berguna untuk memperlancar metabolism
c.
Vometa
Indikasi
:Penggunaan pada mual dan muntah akibat sitotoksik.
Kontra
indikasi : gangguan ginjal, hamil dan menyusui.
Efek
samping : kadar prolaktin naek, penurunan libido, reaksi alergi.
d.
Lasik
Indikasi :
edema, oliguria karena gagal ginjal.
Kontra
indikasi: keadaan prakoma akibat sirosis hati.
Efek
samping : hiponatremia, hipokalemia, hipomagnesemia.
8. Penatalaksanaan diet
Diet TKTP untuk membantu
metabolisme protein dalam hati sehingga membentuk asam amino yang dibutuhkan
untuk pembentukan energi, selain itu kalori gunanya untuk energi dan protein
untuk proses penyembuhan.
Diet Garam Rendah I (DGR I), Diet garam
rendah I diberikan kepada pasien dengan edema, asites dan atau atau hipertensi
berat. Pada pengolahan makanannya tidak menambahkan garam dapur. Dihindari
bahan makanan yang tinggi kadar natriumnya. Kadar Natrium pada Diet garam
rendah I ini adalah 200-400 mg Na.
Diet Hati I (DH I), Diet Hati
I diberikan bila pasien dalam keadaan akut atau bila prekoma sudah dapat
diatasi dan pasien sudah mulai mempunyai nafsu makan. Melihat keadaan pasien,
makanan diberikan dalam bentuk cincang atau lunak. Pemberian protein dibatasi
(30 g/hari) dan lemak diberikan dalam bentuk mudah dicerna. Formula enteral
dengan asam amino rantai cabang (Branched Chain Amino Acid /BCAA) yaitu leusin,
isoleusin, dan valin dapat digunakan. Bila ada asites dan diuresis belum sempurna,
pemberian cairan maksimal 1 L/hari.
Makanan
ini rendah energi, protein, kalsium, zat besi, dan tiamin; karena itu sebaiknya
diberikan selama beberapa hari saja. Menurut beratnya retensi garam atau air,
makanan diberikan sebagai Diet Hati I Garam rendah. Bila ada asites hebat dan
tanda-tanda diuresis belum membaik, diberikan Diet Garam Rendah I. Untuk
menambah kandungan energi, selain makanan per oral juga diberikan makanan
parenteral berupa cairan glukosa.
Diet Hati
II (DH II), Diet hati
II diberikan sebagai makanan perpindahan dari diet hati II kepada pasien dengan
nafsu makannya cukup. Menurut keadaan pasien, makanan diberikan dalam bentuk
lunak / biasa. Protein diberikan 1 g/Kg berat badan dan lemak sedang (20-25%
dari kebutuhan energi total) dalam bentuk yang mudah dicerna. Makanan ini cukup
mengandung energi, zat besi, vitamin A & C, tetapi kurang kalsium dan
tiamin. Menurut beratnya retensi garam atau air, makanan
diberikan sebagai diet hati II rendah garam. Bila asites hebat dan diuresis belum baik, diet mengikuti pola Diet
Rendah garam I.
Diet Hati
III (DH III), Diet Hati
III diberikan sebagai makanan perpindahan dari Diet Hati II atau kepada pasien
hepatitis akut (Hepatitis Infeksiosa/A dan Hepatitis Serum/B) dan sirosis hati
yang nafsu makannya telah baik, telah dapat menerima protein, lemak, mi9neral
dan vitamin tapi tinggi karbohidrat. Menurut beratnya tetensi garam
atau air, makanan diberikan sebagai Diet Hati III Garam Rendah I.
9. Komplikasi
Komplikasi yang sering timbul pada
penderita Sirosis Hepatis diantaranya adalah:
a.
Perdarahan Gastrointestinal
Setiap
penderita Sirosis Hepatis dekompensata terjadi hipertensi portal, dan timbul
varises esophagus. Varises esophagus yang terjadi pada suatu waktu mudah pecah,
sehingga timbul perdarahan yang massif. Sifat perdarahan yang ditimbulkan
adalah muntah darah atau hematemesis biasanya mendadak dan massif tanpa
didahului rasa nyeri di epigastrium. Darah yang keluar berwarna kehitam-hitaman
dan tidak akan membeku, karena sudah tercampur dengan asam lambung. Setelah
hematemesis selalu disusul dengan melena (Sujono Hadi). Mungkin juga perdarahan
pada penderita Sirosis Hepatis tidak hanya disebabkan oleh pecahnya varises
esophagus saja. FAINER dan HALSTED pada tahun 1965 melaporkan dari 76 penderita
Sirosis Hepatis dengan perdarahan ditemukan 62% disebabkan oleh pecahnya varises
esofagii, 18% karena ulkus peptikum dan 5% karena erosi lambung.
b.
Koma hepatikum
Komplikasi
yang terbanyak dari penderita Sirosis Hepatis adalah koma hepatikum. Timbulnya
koma hepatikum dapat sebagai akibat dari faal hati sendiri yang sudah sangat rusak,
sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali. Ini disebut sebagai
koma hepatikum primer. Dapat pula koma hepatikum timbul sebagai akibat
perdarahan, parasentese, gangguan elektrolit, obat-obatan dan lain-lain, dan disebut
koma hepatikum sekunder.
Pada penyakit hati yang kronis
timbullah gangguan metabolisme protein, dan berkurangnya pembentukan asam
glukoronat dan sulfat. Demikian pula proses detoksifikasi berkurang. Pada
keadaan normal, amoniak akan diserap ke dalam sirkulasi portal masuk ke dalam
hati, kemudian oleh sel hati diubah menjadi urea. Pada penderita dengan
kerusakan sel hati yang berat, banyak amoniak yang bebas beredar dalam darah.
Oleh karena sel hati tidak dapat mengubah amoniak menjadi urea lagi, akhirnya
amoniak menuju ke otak dan bersifat toksik/iritatif pada otak.
c.
Ulkus peptikum
Menurut
TUMEN timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih besar bila
dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa kemungkinan disebutkan
diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada mukosa gaster dan duodenum,
resistensi yang menurun pada mukosa, dan kemungkinan lain ialah timbulnya
defisiensi makanan.
d.
Karsinoma hepatoselular
SHERLOCK
(1968) melaporkan dari 1073 penderita karsinoma hati menemukan 61,3 % penderita
disertai dengan Sirosis Hepatis. Kemungkinan timbulnya karsinoma pada Sirosis
Hepatis terutama pada bentuk postnekrotik ialah karena adanya hiperplasi
noduler yang akan berubah menjadi adenomata multiple kemudian berubah menjadi
karsinoma yang multiple.
e.
Infeksi
Setiap penurunan
kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk juga penderita sirosis, kondisi
badannya menurun. Menurut SCHIFF, SPELLBERG infeksi yang sering timbul pada
penderita sirosis, diantaranya adalah : peritonitis, bronchopneumonia, pneumonia,
tbc paru-paru, glomeluronefritis kronik, pielonefritis, sistitis, perikarditis,
endokarditis, erysipelas maupun septikemi. (Hadi.Dr.Prof, 2002.)
B.
Pendekatan Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Tahap ini merupakan tahap awal
dalam proses keperawatan dan menentukan hasil dari tahap berikutnya. Pengkajian
dilakukan secara sistematis mulai dari pengumpulan data, identifikasi dan
evaluasi status kesehatan klien ( Nursalam, 2001 )
a. Pengumpulan data
Data
yang dikumpulkan berupa data subjektif dan objektif, dimana data subjektif didapatkan
dengan cara wawancara dan berinteraksi langsung dengan klien. Sedangkan data
objektif dapat melalui pemeriksaan fisik dengan cara insfeksi, palpasi,
perkusi, dan auskultasi.
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan informasi sejak timbulnya
keluhan dari awal sampai dirawat di rumah sakit. Berkaitan dengan keluhan
utama, dijabarkan dengan PQRST yang meliputi hal-hal yang meringankan dan
memperberat, kualitas dan kuantitas dan keluhan dari penyebarannya serta
tingkat kegawatan sekala dan waktu timbulnya atau lamanya keluhan.
PQRST :
P : Paliatif/ provoaktif yaitu
apakah yang menyebabkan gejala, apa saja yang mengurangi atau memperberatnya.
Q : Quality yaitu bagaimana gejala
yang dirasakan, sejauh mana yang dirasakan.
R : Region/radiation yaitu dimana
gejala terasa, apakah mengalami penyebaran.
S : Scale yaitu seberapa sekala yang
dirasakan dengan sekala (0-5).
T : Time yaitu kapan gejala mulai
muncul, seberapa sering gejala terasa, apakah tiba-tiba atau bertahap. (Haryanto,
2008)
c. Pemeriksaan fisik.
1)
Keadaan umum
Biasanya
klien tampak lemah, kesadaran composmentis, atau terjadi penurunan kesadaran
yang diakibatkan sirosis hepatis.
2)
Sistem kardiovaskuler
Riwayat gagal jantung kanan kronis,
perikarditis,
penyakit jantung rematik, kanker ( malfungsi hati menimbulkan
gagal hati ).
penyakit jantung rematik, kanker ( malfungsi hati menimbulkan
gagal hati ).
3)
System pernafasan
Biasanya
pada klien sirosis hepatis terjadi Dispnea
Takipnea, pernafasan dangkal, bunyi nafas tambahan. Ekspansi paru terbatas
karna adanya asites.
4)
Sistem pencernaan
Biasanya
pada klien sirosis hepatis terjadi anoreksia, tidak
toleran terhadap makanan/tidak dapat mencerna, Mual/muntah. Penurunan berat
badan atau peningkatan cairan.
5)
Sistem reproduksi
Biasanya
pada klien sirosis hepatis terjadi Gangguan
menstruasi, impotent, Atrofi testis, ginekomastia, kehilangan rambut (dada,
bawah lengan, pubis)
6)
Sistem integument
Biasanya
terjadi Demam (lebih umum pada sirosis alkoholik)
Ikterik, ekimosis, petekie, Angioma spider/teleangiektasis, eritema palmar.
Ikterik, ekimosis, petekie, Angioma spider/teleangiektasis, eritema palmar.
7)
Sistem urinaria
Distensi abdomen (hepatomegali,
splenomegali, asites) Penurunan/tak adanya bising usus. Feses warna tanah liat,
melena
Urin gelap, pekat. (doenges, 2000)
Urin gelap, pekat. (doenges, 2000)
d. Pola aktifitas
1)
Pola nutrisi
Biasanya
terjadi tidak toleran terhadap makanan/tidak
dapat
mencerna, Mual/muntah, Penurunan berat badan atau peningkatan cairan.
mencerna, Mual/muntah, Penurunan berat badan atau peningkatan cairan.
2)
Eliminasi
Biasanya terjadi Feses warna tanah liat,
melena, Urin gelap, pekat.
3)
Pola tidur dan istirahat
Biasanya
pada klien sirosis hepatis terjadi gangguan pola tidur karena ketidaknyamanan
dalam istirahat dan adanya kelelahan yang berlebihan.
4)
Personal hygiene
Pemenuhan
kebutuhan personal hygiene (mandi, gosok gigi, gunting kuku, dan keramas) pada
klien sirosis hepatis biasanya terganggu karena kondisinya yang lemah. (doenges,
2000)
e. Aspek psikologi
biasanya
pada klien serosis hepatis terjadi Perubahan mental,
bingung halusinasi, koma, Bicara lambat / tak jelas. Asterik karena adanya ensefalopati hepatic.
f. Pemeriksaan
laboratorium
1)
Pada Darah dijumpai HB rendah, anemia normokrom normositer,
hipokrom mikrositer / hipokrom makrositer, anemia dapat dari akibat
hipersplemisme dengan leukopenia dan trombositopenia, kolesterol darah yang
selalu rendah mempunyai prognosis yang kurang baik.
2)
Kenaikan kadar enzim transaminase – SGOT, SGPT bukan
merupakan petunjuk berat ringannya kerusakan parenkim hati, kenaikan kadar ini
timbul dalam serum akibat kebocoran dari sel yang rusak, pemeriksaan bilirubin,
transaminase dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis inaktif.
3)
Albumin akan merendah karena kemampuan sel hati yang
berkurang, dan juga globulin yang naik merupakan cerminan daya tahan sel hati
yang kurang dan menghadapi stress.
4)
Pemeriksaan CHE (kolinesterase). Ini penting karena bila
kadar CHE turun, kemampuan sel hati turun, tapi bila CHE normal / tambah turun
akan menunjukan prognasis jelek.
5)
Kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretic dan
pembatasan garam dalam diet, bila ensefalopati, kadar Na turun dari 4 meg/L
menunjukan kemungkinan telah terjadi sindrom hepatorenal.
6)
Pemanjangan masa protrombin merupakan petunjuk adanya
penurunan fungsi hati. Pemberian vit K baik untuk menilai kemungkinan
perdarahan baik dari varises esophagus, gusi maupun epistaksis.
7)
Peningggian kadar gula darah. Hati tidak mampu membentuk
glikogen, bila terus meninggi prognosis jelek.
8)
Pemeriksaan marker serologi seperti virus, HbsAg/HbsAb,
HbcAg/ HbcAb, HBV DNA, HCV RNA., untuk menentukan etiologi sirosis hati dan
pemeriksaan AFP (alfa feto protein) penting dalam menentukan apakah telah
terjadi transpormasi kearah keganasan.
g. Pengobatan
Pengbatan yang biasa diberikan
kepada klien sirosis hepatis, vasopresin (pitresin), propranolol, somatostatin, Ballon
tamponade, Lavase lambung, Injeksi skleroterapi, Transjugular intrahepatik
portosistemik shunting (TIPS).
h. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan
dilakukan secara head to toe.
2. Perencanaan
Analisa
data
Analisa
data adalah kemampuan mengaitkan data dengan menghubungkan data tersebut dengan
konsep teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan dan menentukan
masalah kesehatan dan keperawaan pasien. (effendi, 1995)
Diagnosa
keperawatan
Menurut
carpenito yang dikutip oleh (nursalam, 2001), diagnose keperawatan adalah suatu
pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiko
perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akontabilitas
dapat mengidentivikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga
status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah, dan merubah.
Diagnosa keperawatan yang mungkin
muncul pada klien Sirosis Hepatis menurut KMB (Smeltzer, 2001)diantaranya :
1.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, kemunduran
keadaan umum, pelisutan otot dan gangguan rasa nyaman.
2.
Perubahan status nutrisi berhubungan dengan gastritis
kronis. Perubahan motilitas gastrointestinal dan anoreksia.
3.
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status
imunologi, edema dan nutrisi yang buruk.
4.
Risiko untuk cedera berhubungan dengan perubahan mekanisme
pembekuan dan hipertensi portal.
5.
Perfusi jaringan tidak
efektif b/d penurunan konsentrasi Hb dan darah
3. Intervensi keperawatan
Istirahat. Penderita penyakit hati yang aktif
memerlukan istirahat dan berbagai tindakan pendukung lainnya yang memberikan
kesempatan kepada hati untuk membangun kembali kemampuan fungsionalnya. Jika
pasien dirawat di rumah sakit, maka berat badan dan asupan serta keluaran
cairan harus diukur dan dicatat setiap hari. Posisi pasien di tempat tidur
perlu diatur untuk mencapai status pernafasan yang efisien dan maksimal yang
sangat penting terutama bila gejala asites sangat nyata sehingga mengganggu
gerakan ekskursi toraks yang memadai. Terapi oksigen mungkin diperlukan pada
gagal hati untuk oksigenasi sel-sel yang rusak dan untuk mencegah destruksi sel
lebih lanjut.
Istirahat akan mengurangi kebutuhan dalam hati dan
meningkatkan suplai darah hati. Karena pasien rentan terhadap bahaya mobilitas,
berbagai upaya perlu dilakukan untuk mencegah gangguan pernafasan, sirkulasi
dan vaskuler. Semua tindakan ini dapat membantu mencegah masalah seperti
peneumonia, tromboflebitis dan decubitus. Apabila status nutrisi sudah
diperbaiki dan kebutuhan tubuh bertambah, kepada pasien dapat dianjurkan untuk
meningkatkan aktivtas secara bertahap.
Aktivitas dan olahraga ringan disamping istirahat harus direncanakan.
Perbaikan status nutrisi. Penderita sirosis yang tidak
mengalami asites atau edema dan tidak memperlihatkan tanda-tanda koma yang
membakat harus mendapatkan diet yang bergizi dan tinggi protein dengan
penambahan vitamin B kompleks serta vitamin lainnya menurut kebutuhan(termasuk
A, C, K, dan asam folat). Karena gizi yang baik sangat penting, setiap upaya
harus dilakukan agar mendorong pasien untuk mau makan. Tindakan ini penting
seperti juga pengobatan. Makan sedik tetapi sering akan dapat lebih ditolerir
oleh pasien daripada makan tiga kali sehari dalam porsi yang besar karena
adanya tekanan abdominal yang ditimbulkan oleh asites.
Makanan kesukaan pasien perlu
dipertimbangkan. Pasien dengan anoreksia yang lama atau berat, atau pasien yang
muntah atau tidak dapat makan karena alasan apapun dapat memperoleh makanan
melalui NGT atau nutrisi parenteral total TPN.
Pasien dengan peses yang berlemak
(steatore) harus mendapat vitamin larut-lemak – A, D, dan E dapat larut dalam
air (aquasol A, D, dan E). Asam folat dan besi prlu diresepkan untuk mencegah
anemia. Jika pasien memperlihatkan tanda-tanda koma yang membankat atau
berlanjut, diet rendah-protein dapat memberikan sementara waktu. Jika tidak
terdapat ensefalopati hepatik, asupan protein yang moderat dapat diberikan dengan
makanan sumber protein yang nilai biologisnya tinggi (misalnya, telur, daging,
produk susu).
Asupan kalori yang tinggu harus
dipertahankan, dan suplemen vitamin mineral dapat diberikan (yaitu, preparat
kalium oral jika kadar kalium dalam serum normal atau rendah dan bila fungsi
ginjal normal). Segera setelah kondisi pasien memungkinkan, asupan protein
harus dikembalikan kepada asupan normal. Terpi diet ditentukan secara
individual berdasarkan kebutuhan masing-masing pasien.
Perawatan kulit. Perawatan kulit yang teliti perlu
dilakukan sehubungan dengan adanya edema subkutan, imobilitas pasien, icterus
dan peningkatan kerentanan terhadap infeksi serta luka pada kulit. Perubahan
posisi dilakukan untuk mencegah terjadinya decubitus. Penggunaan sabun yang
iritatif dan plester harus dihindarkan untuk mencegah trauma kulit. Loution
dapat mendinginkan kulit yang iritatif, tindakan ini diperlukan agar pasien
tidak terus menggaruk kulitnya.
Pengurangan resiko cedera. Penderita sirosis harus dilindungi
terhadap kemungkinan terjatuh dan cedera lainnya. Rel penghalang disamping
tempat tidur hrus dipasang pada tempatnya dan diberi bantalan selimut yang
lembut untuk mengurangi risiko bila pasien mangalami gelisah atau berontak
(agitasi). Pasien harus diberitau agar memiliki orientasi terhadap tempat serta
waktu, dan semua prosedur harus dijelaskan untuk mengurangi kemungkinan
agitasi. Kepada pasien diinstruksikan untuk meminta bantuan saat akan turun
dari tempat tidur. Setiap cedera harus dievaluasi dengan cermat karena
kemungkinan terjadinya perdarahan internal.
Akibat resiko pendarahan yang
disebabkan oleh pembekuan yang abnormal, kita harus memberi tahu dan membantu
pasien untuk menggunakan alat cukur listrik daripada alat cukur biasa.
Kemungkinan perdarahan gusi dapat diperkecil dengan menggunakan sikat gigi yang
bulunya lunak. Semua lokasi fungsi pada vena harus ditekan untuk meminimalkan
perdarahan. (Smeltzer, 2001)
Perfusi jaringan tidak efektif
·
Monitor tanda-tanda
perdarahan dan trombosit yang disertai dengan tanda-tanda klinis.
Rasional
: Penurunan jumlah trombosit merupakan tanda-tanda adanya perforasi pembuluh
darah yang pada tahap tertentu dapat menimbulkan tanda-tanda klinis berupa
perdarahan (petekie, epistaksis, dan melena).
·
Anjurkan klien untuk
banyak istirahat.
Rasional
: Aktivitas yang tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya perdarahan. Berikan
penjelasan pada keluerga untuk segera melaporkan jika ada tanda-tanda
perdarahan.
Rasional
: Mendapatkan penanganan segera mungkin.
·
Antisipasi terjadinya
perdarahan dengan menggunakan sikat gigi lunak, memberikan tekanan pada area
tubuh setiap kali selesai pengambilan darah.
Rasional
: Mencegah terjadinya pendarahan.
0 comments
Post a Comment