ALT/TEXT GAMBAR
Powered by Blogger.

Sponsor Kami

Featured Video

Berbagi Indah Pada Waktunya Dengan Dunia ILMU

Total de visualizações

Followers

Monday, 11 June 2012

ISOLASI SOSIAL

ALT/TEXT GAMBAR
ISOLASI SOSIAL
Pengertian

Menurut Townsend, M.C (1998:152) isolasi sosial merupakan keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain dianggap menyatakan sikap negatif dan mengancam bagi dirinya. Sedangkan menurut DEPKES RI (1989: 117) penarikan diri atau withdrawal merupakan suatu tindakan melepaskan diri, baik perhatian maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung yang dapat bersifat sementara atau menetap.

Isolasi sosial merupakan keadaan di mana individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak (Carpenito ,L.J, 1998: 381). Menurut Rawlins, R.P & Heacock, P.E (1988 : 423) isolasi sosial menarik diri merupakan usaha menghindar dari interaksi dan berhubungan dengan orang lain, individu merasa kehilangan hubungan akrab, tidak mempunyai kesempatan dalam berfikir, berperasaan, berprestasi, atau selalu dalam kegagalan.

2. Tanda dan Gejala

Menurut Townsend, M.C (1998:152-153) & Carpenito,L.J (1998: 382) isolasi sosial menarik diri sering ditemukan adanya tanda dan gejala sebagai berikut:

Data subjektif :
a. Mengungkapkan perasaan tidak berguna, penolakan oleh lingkungan
b. Mengungkapkan keraguan tentang kemampuan yang dimiliki

Data objektif
a. Tampak menyendiri dalam ruangan
b. Tidak berkomunikasi, menarik diri
c. Tidak melakukan kontak mata
d. Tampak sedih, afek datar
e. Posisi meringkuk di tempat tidur dengang punggung menghadap ke pintu
f. Adanya perhatian dan tindakan yang tidak sesuai atau imatur dengan perkembangan usianya
g. Kegagalan untuk berinterakasi dengan orang lain didekatnya
h. Kurang aktivitas fisik dan verbal
i. Tidak mampu membuat keputusan dan berkonsentrasi
j. Mengekspresikan perasaan kesepian dan penolakan di wajahnya

3. Penyebab

Isolasi sosial menarik diri sering disebabkan oleh karena kurangnya rasa percaya pada orang lain, perasaan panik, regresi ke tahap perkembangan sebelumnya, waham, sukar berinteraksi dimasa lampau, perkembangan ego yang lemah serta represi rasa takut (Townsend, M.C,1998:152). Menurut Stuart, G.W & Sundeen, S,J (1998 : 345) Isolasi sosial disebabkan oleh gangguan konsep diri rendah.

Gangguan konsep diri:harga diri rendah adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri (Stuart dan Sundeen, 1998 :227). Menurut Townsend (1998:189) harga diri rendah merupakan evaluasi diri dari perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif baik langsung maupun tidak langsung. Pendapat senada dikemukan oleh Carpenito, L.J (1998:352) bahwa harga diri rendah merupakan keadaan dimana individu mengalami evaluasi diri yang negatif mengenai diri atau kemampuan diri.

Menurut Carpenito, L.J (1998:352) & Keliat, B.A (1994:20) perilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah antara lain:

Data subjektif:
a. Mengkritik diri sendiri atau orang lain
b. Perasaan tidak mampu
c. Rasa bersalah
d. Sikap negatif pada diri sendiri
e. Sikap pesimis pada kehidupan
f. Keluhan sakit fisik
g. Menolak kemampuan diri sendiri
h. Pengurangan diri/mengejek diri sendiri
i. Perasaan cemas dan takut
j. Merasionalisasi penolakan/menjauh dari umpan balik positif
k. Mengungkapkan kegagalan pribadi
l. Ketidak mampuan menentukan tujuan

Data objektif:
a. Produktivitas menurun
b. Perilaku destruktif pada diri sendiri
c. Menarik diri dari hubungan sosial
d. Ekspresi wajah malu dan rasa bersalah
e. Menunjukkan tanda depresi (sukar tidur dan sukar makan)

4. Akibat

Perilaku isolasi sosial : menarik diri dapat berisiko terjadinya perubahan persepsi sensori halusinasi (Townsend, M.C, 1998 : 156). Perubahan persepsi sensori halusinasi adalah persepsi sensori yang salah (misalnya tanpa stimulus eksternal) atau persepsi sensori yang tidak sesuai dengan realita/kenyataan seperti melihat bayangan atau mendengarkan suara-suara yang sebenarnya tidak ada (Johnson, B.S, 1995:421). Menurut Maramis (1998:119) halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun dari panca indera, di mana orang tersebut sadar dan dalam keadaan terbangun yang dapat disebabkan oleh psikotik, gangguan fungsional, organik atau histerik.

Halusinasi merupakan pengalaman mempersepsikan yang terjadi tanpa adanya stimulus sensori eksternal yang meliputi lima perasaan (pengelihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman, perabaan), akan tetapi yang paling umum adalah halusinasi pendengaran dan halusinasi pendengaran (Boyd, M.A & Nihart, M.A, 1998: 303; Rawlins, R.P & Heacock, P.E, 1988 : 198). Menurut Carpenito, L.J (1998: 363) perubahan persepsi sensori halusinasi merupakan keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau berisiko mengalami suatu perubahan dalam jumlah, pola atau intepretasi stimulus yang datang. Sedangkan menurut pendapat lain halusinasi merupakan persepsi sensori yang palsu yang terjadi tanpa adanya stimulus eksternal, yang dibedakan dari distorsi dan ilusi yang merupakan kekeliruan persepsi terhadap stimulus yang nyata dan pasien mengganggap halusinasi sebagai suatu yang nyata (Kusuma, W, 1997 : 284). Menurut Carpenito, L.J (1998: 363) ; Townsend, M.C (1998: 156); dan Stuart, G.W & Sundeen, S.J (1998: 328-329) perubahan persepsi sensori halusinasi sering ditandai dengan adanya:

Data subjektif:
a. Tidak mampu mengenal waktu, orang dan tempat
b. Tidak mampu memecahkan masalah
c. Mengungkapkan adanya halusinasi (misalnya mendengar suara-suara atau melihat bayangan)
d. Mengeluh cemas dan khawatir

Data objektif:
a. Apatis dan cenderung menarik diri
b. Tampak gelisah, perubahan perilaku dan pola komunikasi, kadang berhenti berbicara seolah-olah mendengarkan sesuatu
c. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
d. Menyeringai dan tertawa yang tidak sesuai
e. Gerakan mata yang cepat
f. Pikiran yang berubah-rubah dan konsentrasi rendah
g. Respons-respons yang tidak sesuai (tidak mampu berespons terhadap petunjuk yang kompleks.

C. MASALAH DATA YANG PERLU DIKAJI
•    Tidak tahan terhadap kontak yang lama
•    Tidak konsentrasi dan pikiran mudah beralih saat bicara
•    Tidak ada kontak mata
•    Ekspresi wajah murung, sedih
•    Tampak larut dalam pikiran dan ingatannya sendiri
•    Kurang aktivitas
•    Tidak komunikatif
•    Merusak diri sendiri
•    Ekspresi malu
•    Menarik diri dari hubungan sosial
•    Tidak mau makan dan tidak tidur


E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. isolasi sosial menarik diri


F. FOKUS INTERVENSI

Pasien
SP 1
1. mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien
2. berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain
3. berdiskusi dengan pasien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain
4. mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang
5. menganjurkan pasien memasukkan kegiatan latihan berbincang - bincang dengan orang lain dalam kegiatan harian

SP 2
1. mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2. memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang
3. membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang - bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian

SP 3
1. mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2. memberikan kesempatan kepada klien berkenalan dengan dua orang atau lebih
3. menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

Keluarga
SP 1
1. mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
2. menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial yang dialami pasien beserta proses terjadinya
3. menjelaskan cara - cara merawat pasien isolasi sosial

SP 2
1. melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan isolasi sosial
2. melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien isolasi sosial

SP 3
1. membantu keluarga membuat jadual aktivitas dirumah termasuk minum obat ( Discharge planning)
2. menjelaskan follow up pasien setelah pulang



G. DAFTAR PUSTAKA
Boyd, M.A & Nihart, M.A, (1998). Psychiatric Nursing Contemporary Practice, Edisi 9th, Lippincott-Raven Publishers, Philadelphia

Carpenito, L.J, (1998). Buku Saku Diagnosa keperawatan (terjemahan), Edisi 8, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

DEPKES RI, (1989). Pedoman Perawatan Psikiatrik, Ed I, DEPKES RI, Jakarta

Johnson, B.S, (1995). Psichiatric-Mental Health Nursing Adaptation and Growth, Edisi 2th, J.B Lippincott Company, Philadelphia

Kusuma, W, (1997). Dari A Sampai Z Kedaruratan Psikiatrik Dalam Praktek, Ed I, Professional Books, Jakarta

Keliat, B.A, dkk, (1997). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Ed I, EGC, Jakarta

Maramis,W.F (1998). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga University Press, Surabaya

Rawlins, R.P & Heacock, P.E (1988). Clinical Manual of Psychiatric Nursing, Edisi 1th, The C.V Mosby Company, Toronto

Stuart, G.W & Sundeen, S.J, (1998). Buku Saku Keperawatan Jiwa (terjemahan). Edisi 3, EGC, Jakarta

Townsend, M.C, (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikitari (terjemahan), Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

0 comments

Post a Comment

ALT/TEXT GAMBAR
ALT/TEXT GAMBAR