ALT/TEXT GAMBAR
Powered by Blogger.

Sponsor Kami

Featured Video

Berbagi Indah Pada Waktunya Dengan Dunia ILMU

Total de visualizações

Followers

Tuesday, 5 June 2012

Konsep Akut Miokard Infark (AMI)

ALT/TEXT GAMBAR

1.    Kosep Dasar AMI
Akut Miokard Infark (AMI) adalah suatu keadaan dimana otot jantung tiba-tiba tidak mendapat suplai darah akibat penyumbatan mendadak arteri koroner oleh gumpalan darah karena pecahnya plak. (Kabo, 2008). Menurut Corwin (2009) AMI adalah kematian sel-sel miokardium yang terjadi akibat kekurangan oksigen berkepanjangan.  Sedangkan menurut Tjokonegoro dan Utama (1996) AMI adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa AMI adalah adanya sumbatan/plak di arteri koroner sehingga menyebabkan kematian sel-sel miokardium akibat aliran darah dan oksigen keotot jantung terganggu.

2.    Penyebab Akut Miokard Infark
Terlepasnya suatu plak aterosklerosis dari salah satu arteri koroner, dan kemudian tersangkut dibagian hilir yang menyumbat aliran darah keseluruh miokardium yang diperdarahi oleh pembuluh tersebut, dapat menyebabkan infark miokardium. Infark miokardium juga dapat terjadi apabila lesi trombotik yang melekat ke suatu arteri yang rusak menjadi cukup besar untuk menyumbat secara total aliran darah ke bagian  hilir, atau apabila suatu ruang jantung mengalami hipertrofi berat sehingga kebutuhan oksigennya tidak dapat terpenuhi. (Corwin, 2000).
Umumnya AMI didasari oleh adanya aterosklorosis pembuluh darah koroner. Nekrosis miokard akut hampir selalu terjadi akibat penyumbatan total arteri koronaria oleh trombus yang terbentuk pada plaque aterosklorosis yang tidak stabil; juga sering mengikuti ruptur plaque pada arteri koroner dengan stenosis ringan (50-60%). Kerusakan miokard terjadi dari endokardium ke epikardium, menjadi komplit dan ireversibel dalam 3-4 jam. Meskipun nekrosis miokard sudah komplit, proses remodeling miokard yang mengalami injury terus berlanjut sampai beberapa minggu atau bulan karena daerah infark meluas dan daerah non infark mengalami dilatasi. Secara morfologis , AMI dapat transmural atau sub-endokardial. AMI dapat trasmural mengenai seluruh dinding miokard dan terjadi pada daerah distribusi suatu arteri koroner. Sebaliknya pada AMI sub-endokardial, nekrosis hanya terjadi pada bagian dalam dinding ventrikel dan umumnya berupa bercak-bercak dan tidak konfluens seperti AMI transmural. AMI sub-endokardial dapat regional (terjadi pada distribusi lebih dari satu arteri koroner). (Tjokonegoro & Utama, 1996).

  3.    Gambaran Klinis
Walaupun sebagian individu tidak memperlihatkan tanda-tanda jelas infark miokardium (suatu serangan jantung tersamar), biasanya timbul manifestasi klinis yang bermakna:
a.         Nyeri dengan awitan yang (biasanya) mendadak, sering digambarkan memiliki sifat meremukan dan parah. Nyeri dapat menyebar kebagian atas tubuh mana saja, tapi sebagian besar menyebar ke lengan kiri, leher, atau rahang. Nitrat dan istirahat dapat menghilangkan iskemia di luar zona nekrotik dengan menurunkan beban kerja jantung.
b.         Timbul mual dan muntah yang mungkin berkaitan dengan nyeri yang hebat.
c.         Perasaan lemas yang berkaitan dengan penurunan aliran darah ke otot-otot rangka.
d.        Kulit yang dingin, pucat akibat vasokontriksi simpatis.
e.         Pengeluaran urin berkurang karena penurunan aliran darah ginjal serta peningkatan aldosteron dan ADH.
f.          Takikardia akibat peningkatan stimulasi simpatis jantung.
g.         Keadaan mental berupa rasa cemas besar disertai perasaan mendekati kematian. (Corwin, 2000).
AMI biasanya disertai nyeri dada substernum yang parah dan terasa menekan, yang mungkin menyebar keleher, rahang, epigastrium, bahu, atau lengan kiri. Pada sekitar 50% pasien, AMI didahului oleh serangan-serangan angina pektoris. Namun, berbeda pada nyeri dada angina pektoris, nyeri dada AMI biasanya berlangsung beberapa jam sampai hari dan tidak banyak berkurang dengan nitrogliserin. Nadi biasanya cepat dan lemah, dan pasien sering mengalami diaforesis. Sering timbul sesak dan hal ini diakibatkan oleh gangguan kontraktilitas miokardium yang iskemik, yang menyebabkan kongesti dan edema paru. Pada AMI masif yang mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri, timbul syok kardiogenik. Pada sebagian kecil pasien (20% sampai 30%), AMI tidak menimbulkan nyeri dada. AMI “silent” ini terutama terjadi pada pasien dengan diabetes melitus dan hipertensi serta pada pasien berusia lanjut. (Kumar, Cortan, & Robins, 2007).

4.    Perangkat Diagnostik
a.    Tekanan darah mungkin berkurang atau normal bergantung pada luasnya kerusakan miokardium dan kebersihan refleks-refleks baroreseptor. Kecepatan denyut jantung biasanya meningkat. Bunyi jantung ke empat dapat terdengar.
b.    EKG dapat memperlihatkan perubahan perubahan akut digelombang ST dan T seiring dengan terjadinya infark. Dalam 1 dan 2 hari infark, terjadi pendalaman gelombang Q, walaupun perubahan gelombang ST dan T akan menghilang seiring dengan waktu, perubahan gelombang Q menetap dan dapat digunakan untuk mendeteksi infark sebelumnya.
c.    Timbul gejala-gejala sistemik peradangan, termasuk demam, peningkatan jumlah leukosit, dan peningkatan laju endap darah. Tanda-tanda ini dimulai sekitar 24 jam setelah infark dan menetap sampai 2 minggu.
d.   Kadar enzim-enzim jantung (kreatinin fosfokinase, glutamat oksaloasetat transaminase serum,dan  laktat dehidrogenase) didalam serum jadi dalam suatu pola khas, yang dimulai segera setelah infark dan berlanjut sampai sekiktar seminggu.
e.    Kadar mioglobin didalam darah meningkat, dimulai pada 1 jam dan memuncak dalam 4-6 jam setelah infark. (Corwin J. E., 2000).

5.   Faktor Resiko
Secara garis besar terdapat dua jenis factor resiko bagi setiap orang untuk terkena AMI, yaitu factor resiko yang bisa dimodifikasi dan factor resiko yang tidak bisa dimodifikasi.


a.    Faktor Resiko Yang Dapat Dimodifikasi
Merupakan factor resiko yang bisa dikendalikan sehingga dengan intervensi tertentu maka bisa dihilangkan. Termasuk dalam kelompok ini diantaranya:
1)      Merokok
Peran rokok dalam penyakit jantung koroner ini antara lain: menimbulkan aterosklerosis; peningkatan trombogenesis dan vasokontriksi; peningkatan tekanan darah; pemicu aritmia jantung, meningkatkan kebutuhan oksigen jantung, dan penurunan kapasitas pengangkutan oksigen. Merokok 20 batang rokok atau lebih dalam sehari bisa meningkatkan resiko 2-3 kali disbanding yang tidak merokok.
2)      Konsumsi alcohol
Meskipun ada dasar teori mengenai efek protektif alcohol dosis rendah hingga moderat, dimana ia bisa meningkatkan trombolisis endogen, mengurangi adhesi platelet, dan meningkatkan kadar HDL dalam sirkulasi, akan tetapi semuanya masih controversial. Tidak semua literature mendukung konsep ini, bahkan peningkatan dosis alcohol dikaitkan dengan peningkatan mortalitas cardiovascular karena aritmia, hipertensi sistemik dan kardiomiopati dilatasi.
3)      Infeksi
Infeksi Chlamydia pneumoniae, organisme gram negative intraseluler dan penyebab umum penyakit saluran pernafasan, tampaknya berhubungan dengan penyakit koroner aterosklerotik.
4)      Hipertensi sistemik.
Hipertensi sistemik menyebabkan meningkatnya after load yang secara tidak langsung akan meningkatkan beban kerja jantung. Kondisi seperti ini akan memicu hipertropi ventrikel kiri sebagai kompensasi dari meningkatnya after load yang pada akhirnya meningkatan kebutuhan oksigen jantung.
5)   Obesitas
Terdapat hubungan yang erat antara berat badan, peningkatan tekanan darah, peningkatan kolesterol darah, DM tidak tergantung insulin, dan tingkat aktivitas yang rendah.
6)   Kurang olahraga
Aktivitas aerobic yang teratur akan menurunkan resiko terkena penyakit jantung koroner, yaitu sebesar 20-40 %.
7)   Penyakit Diabetes
Resiko terjadinya penyakit jantung koroner pada pasien dengan DM sebesar 2-4 lebih tinggi dibandingkan orang biasa. Hal ini berkaitan dengan adanya abnormalitas metabolisme lipid, obesitas, hipertensi sistemik, peningkatan trombogenesis (peningkatan tingkat adhesi platelet dan peningkatan trombogenesis).
b. Faktor Resiko Yang Tidak Dapat Dimodifikasi
Merupakan pactor resiko yang tidak bisa dirubah atau dikendalikan, yaitu diantaranya:
1)      Usia
Resiko meningkat pada pria datas 45 tahun dan wanita diatas 55 tahun (umumnya setelah menopause).
2)   Jenis Kelamin
Morbiditas akibat penyakit jantung koroner (PJK) pada laki-laki dua kali lebih besar dibandingkan pada perempuan, hal ini berkaitan dengan estrogen yang bersifat protective pada perempuan. Hal ini terbukti insidensi PJK meningkat dengan cepat dan akhirnya setara dengan laki-laki pada wanita setelah masa menopause.


3)   Riwayat Keluarga
Riwayat anggota keluarga sedarah yang mengalami PJK sebelum usia 70 tahun merupakan factor resiko independent untuk terjadinya PJK. Agregasi PJK keluarga menandakan adanya predisposisi genetic pada keadaan ini. Terdapat bukti bahwa riwayat positif pada keluarga mempengaruhi onset penderita PJK pada keluarga dekat.
4)   Ras/Suku
Insidensi kematian akibat PJK pada orang Asia yang tinggal di Inggris lebih tinggi dibandingkan dengan peduduk local, sedangkan angka yang rendah terdapat pada RAS apro-karibia.
5)   Geografi
Tingkat kematian akibat PJK lebih tinggi di Irlandia Utara, Skotlandia, dan bagian Inggris Utara dan dapat merefleksikan perbedaan diet, kemurnian air, merokok, struktur sosio-ekonomi, dan kehidupan urban.
6)   Tipe kepribadian
Tipe kepribadian A yang memiliki sifat agresif, kompetitif, kasar, sinis, gila hormat, ambisius, dan gampang marah sangat rentan untuk terkena PJK. Terdapat hubungan antara stress dengan abnnormalitas metabolisme lipid.
7)   Kelas sosial
Tingkat kematian akibat PJK tiga kali lebih tinggi pada pekerja kasar laki-laki terlatih dibandingkan dengan kelompok pekerja profesi (misal dokter, pengacara dll). Selain itu frekuensi istri pekerja kasar ternyata 2 kali lebih besar untuk mengalami kematian dini akibat PJK dibandingkan istri pekerja professional/non-manual. (Ilham, 2010).



6.    Penatalaksanaan
a.    Istirahat total.
b.    Diet makanan lunak/saring serta rendah garam (bila gagal jantung).
c.    Pasang infus dekstrosa 5% untuk persiapan pemberian obat intravena.
d.   Atasi nyeri :
1)        Morfin 2,5-5 mg iv atau petidin 25-50 mg im, bisa diulang-ulang.
2)        Lain-lain : nitrat, antagonis kalsium, dan beta bloker.
3)        Oksigen 2-4 liter/menit.
4)        Sedatif sedang seperti diazepam 3-4 x 2-5 mg per oral. Pada insomnia dapat ditambah flurazepam 15-30 mg.
e.    Antikoagulan :
1)        Heparin 20.000-40.000 U/24 jam iv tiap 4-6 jam atau drip IV dilakukan atas indikasi.
2)        Diteruskan asetakumoral atau warfarin.
3)        Streptokinase / trombolisis.
d.   Pengobatan ditujukan sedapat mungkin memperbaiki kembali aliran pembuluh darah koroner. Bila ada tenaga terlatih, trombolisis dapat diberikan sebelum dibawa ke rumah sakit. Dengan trombolisis, kematian dapat diturunkan sebesar 40%. (Punsalan, 2009).

7.      Pemeriksaan
a.    Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG digunakan untuk mencatat aktivitas elektrik jantung. Melalui aktivitas elektrik jantung dapat diketahui irama jantung, besarnya jantung, dan kondisi otot jantung, kondisi otot jantung inilah yang memiliki kaitanya dengan PJK.
b.      Tes Treadmill atau Exercise Stress Testing (uji latih jantung dengan bebean)
Exercise testing merupakan salah satu tes yang paling sering dilakukan untuk mendiagnosis apakah seseorang terkena menderita penyakit jantung dan juga untuk menstratifikasi berat ringannya penyakit jantung. Selain itu tes treadmill juga dapat dipakai untuk mengukur kapasitas jantung, gangguan irama, dan lain-lain.
c.    Echocardiography (Ekokardiografi)
Ekokardiografi adalah prosedur yang menggunakan gelombang suara ultra untuk mengamati struktur jantung dan pembuluh darah, juga dapat menilai fungsi jantung.
d.   Angiografi korener
Merupakan cara dengan menggunakan sinar X dan kontras yang disuntikan kedalam arteri koroner melalui kateter untuk melihat adanya penyempitan diarteri koroner.
e.       Multislice Computed Tomograpy Scanning (MSCT)
CT menghasilkan tampilan secara tomografi (irisan) digital dari sinar X yang menembus organ. Sinar X yang menembus diterima oleh detektor yang mengubahnya menjadi data elektrik dan diteruskan ke sistem komputer untuk diolah menjadi tampilan irisan organ-organ tubuh.
f.       Cardiac Magnetic Resonance Imaging (Cardiac MRI)
Merupakan salah satu teknik pemeriksaan diagnostik dalam ilmu kedokteran, yang menggunakan interaksi proton-proton tubuh dengan gelombang radio-frekuensi dalam medan magnet (sekitar 0,64-3 Tesla) untuk menghasilkan tampilan penampang (irisan) tubuh.
g.      Radionuclear Medicine
Dengan menggunakan radio aktif dimasukan kedalamtubuh pasien, kemudian dideteksi dengan menggunakan kamera gamma atau kamera positron, sehingga pola tampilan yang terjadi berdasrkan pola organ yang memancarkan sinar gamma. (Kabo, 2008).

8.      Komplikasi AMI
a.    Dapat terjadi tromboembolus akibat kontraktilitas miokard berkurang. Embolus tersebut dapat menghambat aliran darah kebagian jantung yang sebelumnya tidak rusak oleh infark pertama.
b.    Dapat terjadi gagal jantung kongestif apabila jantung tidak dapat memompa keluar semua darah yang diterimanya.
c.    Disritmia adalah komplikasi tersering pada infark, terjadi akibat perubahan keseimbangan elektrolit dan penurunan PH.
d.   Dapat terjadi syok kardiojenik apabila curah jantung sangat berkurang dalam waktu lama.
e.    Dapat terjadi ruptur miokardium selama atau segera setelah suatu infark besar.
f.     Dapat terjadi perikarditis, peradangan selaput jantung, (biasanya beberapa hari setelah infark).
g.    Setelah infark miokard sembuh, terbentuk jaringan parut yang menggantikan sel-sel miokardium yang mati. Apabila jaringan parut ini cukup luas, kontraktilitas jantung dapat berkurang secara permanen. (Corwin, 2009).

9.    Pencegahan
a.    Makanan yang baik dan pengaturan gizi untuk PJK
Hanbook of Clinical Nutrition (2006) karangan Heimburger dan Ard secara jelas menguraikan bagaimana makanan / nutrisi berperan dalam pencegahan berbagai penyakit termasuk diantaranya adalah penyakit jantung dan pembuluh darah, penyakit hati, penyakit ginjal, kegemukan, osteoporosis dan juga penyakit kanker. Makanan yang memiliki resiko tinggi menimbulkan penyakit jantung dan pembuluh darah adalah lemak jenuh (saturated fat), kolesterol, makanan yang mengandung kalori berlebihan, garam berlebihan, dan daging (kecuali ikan). Sedangkan makanan yang memiliki resiko rendah termasuk disini adalah karbohidrat kompleks, mono-and poly-unsaturated fatty acid (MUFA dan PUFA), asam lemak Omega-3 yang berasal dari ikan, makanan berserat yang cepat larut, polifenol protein kacang kedelai, antioksidan, buah, sayur, asam folat, vit. K, D, dan kalsium.
Untuk mencapai gizi seimbang, dianjurkan kebutuhan energi diperoleh 60-75% dari karbohidrat, 10-15% dari protein dan 10-25% dari lemak. Dengan demikian, dalam pengaturan diet, yang pertama dilakukan adalah menetukan kebutuhan energi setiap hari, yaitu melalui besarnya basal metabolic rate (angka metabolisme basal = AMB) dan aktivitas fisik. AMB dapat dihitung dengan cepat dengan rumus:

Laki-laki           =  1  kkal x Kg BB x 24 jam
Perempuan       = 0,95  kkal x KgBB x 24 jam
Kalori (kkal); berat badan (BB)
            Sedangkan aktifitas fisik dibagi 4 golongan dan dinyatakan dalam kelipatan AMB. (Tabel 1).
Tabel 1. Cara menaksir kebutuhan energi menurut aktivitas dengan menggunakan kelipatan AMB.
Aktivitas
Gender
Laki-laki
Perempuan
Sangat ringan
1,30
1,30
Ringan
1,65
1,55
Sedang
1,76
1,70
Berat
2,10
2,00

                         Berdasarkan rumus-rumus diatas, kebutuhan energi untuk seseorang dapat secara mudah ditentukan. Sebagai contoh, Tn. U (54 th) berat badan 65 kg dan tinggi badan 165 cm, aktivitas sehari-hari dianggap sedang, kebutuhan energinya dapat dihitung untuk AMB adalah: 65 x 24 =  1560 kkal. Kemudian dikalikan kebutuhan energi dengan aktivitas fisik sedang yaitu 1,76. Dengan demikian kebutuhan energi Tn. U adalah 2745,6 kkal atau dibulatkan menjadi 2750 kkal. Jadi kebutuhan karbohidrat (60-75% dari kebutuhan energi total) adalah sebesar 1650-2062.5 kkal atau 410-500 gram (1 gr karbohidrat = 4 kkal). Kebutuhan protein (10-15% dari kebutuhan energi total) adalah sebesar 275-412,5 kkal atau 70-100 gram ( 1 gr protein = 4 kkal). Kebutuhan lemak ( 10-25% dari kebutuhan energi total) adalah sebesar 275-687-5 kkal atau 30-75 gram ( 1 gr lemak = 9 kkal). (Kabo, 2008).

Tabel. 2 Panduan Memilih Bahan Makanan Bagi Penderita Jantung Koroner
Golongan
Bahan Makanan
Makanan Yang Boleh Diberikan
Makana Ynag Tidak Boleh diberikan
Sumber Hidrat Arang
Beras, kentang, roti, mi, makaroni, biskuit, singkong, bihun, gula pasir, tepung dan talas.
Cake, bolu, dodol, lapis legit, dan semua jenis kue gurih yang mengandung lemak dan gula tinggi.
Sumber Protein Hewani
Daging sapi tanpa lemak, ayam kampung tanpa kulit, bebek tanpa kulit, ikan, telur dan susu dalam jumlah yang dibatasi.
Semua jenis daging yang mengandung banyak lemak, jenis olahan daging/ayam yang diiawetkan seperti ham/sosis.
Sumber Protein Nabati
Tempe, tahu, oncom, kacang-kacangan dalam jumlah yang dibatasi (25 gr/hari).
Semua jenis makan yang digoreng dan santan kental
Sumber Lemak
Santan encer dalam jumlah yang dibatasi, minyak non kolesterol, margarin (dalam jumlah yang dibatasi, tidak untuk menggoreng), kelapa.
Gajih sapi, kulit ayam, lemak dari hewani.
Buah-buahan.
Hampir semua buah diperbolehkan tetapi beberapa buah seperti alpukat, durian, nangka dibatasi.

Sayuran
Bayam, kangkung, wortel, buncis, kacang panjang, toge, labu siam, tomat, kapri, oyong.
Sayuran yang tidak mengandung gas, seperti kol, sawi putih dan lobak.
Minuman
Cokelat, susu, sirup, jus buah segar dan the encer.
Teh kental, kopi, alkohol, minuman yang mengandung alkohol.
(Ibranaf, 2011)
b.    Pemberian Antioksidan
Antioksidan yang terdapat dalam tubuh disebut enzim antioksidan, diantaranya adalah superoxide dismutase, glutation peroxidase, dan catalase. Sedangkan antioksidan yang bersal dari makanan diantaranya adalah vitamin (vit) C, vit E, vit A, karoteinoid, beta-karoten, probukol, flavonoid, beberapa asam amino, berbagai trace element seperti Cuprum, Mangan, Selenium, dan Zinc, juga beberapa zat gula dan basa DNA.
Teori Linus Pauling yang mengatakan vit. C dapat menghambat terjadinya arterosklerosis adalah sebagai berikut: vit. C memiliki efek untuk mengikat Lipoprotrein-a, jenis lemak yang memengaruhi aterosklerosis. Telah dilaporkan bahwa binatang yang dapat memproduksi vit. C memiliki konsentrasi lipoprotein-a yang rendah, dengan demikian secra teoritis vit. C dapat mencegah bahkan dapat mengecilkan plak aterosklerosis, karena sebenarnya yang membentuk plak adalah Lp-a dan bukan kolestrol LDL.
Antioksidan kedua yang menarik adalah astaxanthin, pigmen merah berasal dari ikan salmon dan berbagai jenis kerang yang dikembangkan oleh grup dari jepang. Zat ini dilaporkan selain memiliki antioksidan, juga mempunyai efek antiinflamasi yang kuat sehingga dapat melindungi kita terhadap penyakit degeneratif termasuk penyakit jantung koroner, hipertensi, kencing manis, dan dapat menunda proses penuaan. Dosis yang dianjurkan adalah 4 mg per hari.
c.       Olahraga atau latihan fisik
Latihan fisik merupakan komponen penting dalam program pencegahan primer maupun skunder bagi penyakit jantung koroner. Beberapa studi melaporkan bahwa bagi pasien serangan jantung, latihan fisik dengan intensitas sedang selama 30 menit setiap hari memberikan hasil yang baik. Latiahan fisik dapat menurunkan kejadian penyakit jantung koroner penyebabnya antara lain:
1)        Olahraga memperbaiki keseimbangan kebutuhan dan suplai O2 pada miokard. Hal ini bisa dicapai karena latihan fisik menurunkan denyut jantung, jadi menurunkan kebutuhan O2. Sebaliknya, olahraga menyebabkan flak regresi dan meningkatkan produksi NO sehingga meningkatkan suplai O2.
2)        Olahraga memiliki efek antiperadangan. Beberapa penelitian menunjukan bahwa latihan fisik menurunkan kebutuhan C-Reactive protein, salah satu pertanda adanya inflamasi.
3)        Olahraga memperbaiki irama jantung. Berbagai penelitian telah menunjukan bahwa latihan fisik menurunkan angka kejadian mati mendadak pada pasien PJK karena menurunkan angka kejadian gangguan irama. Hal ini dijelaskan sebagai berikut: latihan fisik menciftakan lokasi iskemia sementara pada miokard sehingga memberi kesembatan miokard untuk beradaptasi terhadap iskemia yang mendadak.
4)        Olahraga memiliki efek antitromboti; thrombus atau gumpalan darah yang terbentuk didaerah penyempitan  adalah penyebab terjadinya serangan jantung. Latihan fisik memperbaiki kualitas sel-sel darah (reologi) sehingga darah tidak gampang beragregasi atau bergumpal.
5)        Olahraga mengurangi disfungsi psiko-sosisl seperti stres dan depresi yang dilaporkan meningkatkan kejadian seranagan jantung.
6)        Latihan fisik menurunkan kadar gula darah pada orang normal, dan bagi penderita kencing manis, gula darah lebih mudah terkontrol. Selain itu olahraga memperbaiki sensitivitas baroresptor pasien serta meningkatkan kadar HDL dalam darah. (Kabo, 2008).

0 comments

Post a Comment

ALT/TEXT GAMBAR
ALT/TEXT GAMBAR