1.
Kosep
Dasar AMI
Akut
Miokard Infark (AMI) adalah suatu keadaan dimana otot jantung tiba-tiba tidak
mendapat suplai darah akibat penyumbatan mendadak arteri koroner oleh gumpalan
darah karena pecahnya plak. (Kabo, 2008).
Menurut Corwin (2009) AMI adalah kematian sel-sel miokardium yang terjadi
akibat kekurangan oksigen berkepanjangan.
Sedangkan menurut Tjokonegoro dan Utama (1996) AMI adalah nekrosis
miokard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu.
Dari
pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa AMI adalah adanya sumbatan/plak di
arteri koroner sehingga menyebabkan kematian sel-sel miokardium akibat aliran
darah dan oksigen keotot jantung terganggu.
2. Penyebab Akut Miokard Infark
Terlepasnya
suatu plak aterosklerosis dari salah satu arteri koroner, dan kemudian
tersangkut dibagian hilir yang menyumbat aliran darah keseluruh miokardium yang
diperdarahi oleh pembuluh tersebut, dapat menyebabkan infark miokardium. Infark
miokardium juga dapat terjadi apabila lesi trombotik yang melekat ke suatu
arteri yang rusak menjadi cukup besar untuk menyumbat secara total aliran darah
ke bagian hilir, atau apabila suatu
ruang jantung mengalami hipertrofi berat sehingga kebutuhan oksigennya tidak
dapat terpenuhi. (Corwin, 2000).
Umumnya
AMI didasari oleh adanya aterosklorosis pembuluh darah koroner. Nekrosis
miokard akut hampir selalu terjadi akibat penyumbatan total arteri koronaria
oleh trombus yang terbentuk pada plaque
aterosklorosis yang tidak stabil; juga sering mengikuti ruptur plaque pada arteri koroner dengan
stenosis ringan (50-60%). Kerusakan miokard terjadi dari endokardium ke
epikardium, menjadi komplit dan ireversibel dalam 3-4 jam. Meskipun nekrosis
miokard sudah komplit, proses remodeling
miokard yang mengalami injury terus berlanjut sampai beberapa minggu atau bulan
karena daerah infark meluas dan daerah non infark mengalami dilatasi. Secara
morfologis , AMI dapat transmural atau sub-endokardial. AMI dapat trasmural
mengenai seluruh dinding miokard dan terjadi pada daerah distribusi suatu
arteri koroner. Sebaliknya pada AMI sub-endokardial, nekrosis hanya terjadi
pada bagian dalam dinding ventrikel dan umumnya berupa bercak-bercak dan tidak
konfluens seperti AMI transmural. AMI sub-endokardial dapat regional (terjadi
pada distribusi lebih dari satu arteri koroner). (Tjokonegoro & Utama, 1996).
3.
Gambaran
Klinis
Walaupun
sebagian individu tidak memperlihatkan tanda-tanda jelas infark miokardium
(suatu serangan jantung tersamar), biasanya timbul manifestasi klinis yang
bermakna:
a.
Nyeri dengan awitan yang (biasanya)
mendadak, sering digambarkan memiliki sifat meremukan dan parah. Nyeri dapat
menyebar kebagian atas tubuh mana saja, tapi sebagian besar menyebar ke lengan
kiri, leher, atau rahang. Nitrat dan istirahat dapat menghilangkan iskemia di
luar zona nekrotik dengan menurunkan beban kerja jantung.
b.
Timbul mual dan muntah yang mungkin
berkaitan dengan nyeri yang hebat.
c.
Perasaan lemas yang berkaitan dengan
penurunan aliran darah ke otot-otot rangka.
d.
Kulit yang dingin, pucat akibat
vasokontriksi simpatis.
e.
Pengeluaran urin berkurang karena
penurunan aliran darah ginjal serta peningkatan aldosteron dan ADH.
f.
Takikardia akibat peningkatan stimulasi
simpatis jantung.
g.
Keadaan mental berupa rasa cemas besar
disertai perasaan mendekati kematian. (Corwin, 2000).
AMI
biasanya disertai nyeri dada substernum yang parah dan terasa menekan, yang
mungkin menyebar keleher, rahang, epigastrium, bahu, atau lengan kiri. Pada
sekitar 50% pasien, AMI didahului oleh serangan-serangan angina pektoris.
Namun, berbeda pada nyeri dada angina pektoris, nyeri dada AMI biasanya
berlangsung beberapa jam sampai hari dan tidak banyak berkurang dengan
nitrogliserin. Nadi biasanya cepat dan lemah, dan pasien sering mengalami
diaforesis. Sering timbul sesak dan hal ini diakibatkan oleh gangguan
kontraktilitas miokardium yang iskemik, yang menyebabkan kongesti dan edema
paru. Pada AMI masif yang mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri, timbul syok
kardiogenik. Pada sebagian kecil pasien (20% sampai 30%), AMI tidak menimbulkan
nyeri dada. AMI “silent” ini terutama
terjadi pada pasien dengan diabetes melitus dan hipertensi serta pada pasien
berusia lanjut. (Kumar, Cortan, & Robins, 2007).
4.
Perangkat
Diagnostik
a. Tekanan
darah mungkin berkurang atau normal bergantung pada luasnya kerusakan
miokardium dan kebersihan refleks-refleks baroreseptor. Kecepatan denyut jantung
biasanya meningkat. Bunyi jantung ke empat dapat terdengar.
b. EKG
dapat memperlihatkan perubahan perubahan akut digelombang ST dan T seiring
dengan terjadinya infark. Dalam 1 dan 2 hari infark, terjadi pendalaman
gelombang Q, walaupun perubahan gelombang ST dan T akan menghilang seiring
dengan waktu, perubahan gelombang Q menetap dan dapat digunakan untuk
mendeteksi infark sebelumnya.
c. Timbul
gejala-gejala sistemik peradangan, termasuk demam, peningkatan jumlah leukosit,
dan peningkatan laju endap darah. Tanda-tanda ini dimulai sekitar 24 jam
setelah infark dan menetap sampai 2 minggu.
d. Kadar
enzim-enzim jantung (kreatinin fosfokinase, glutamat oksaloasetat transaminase
serum,dan laktat dehidrogenase) didalam
serum jadi dalam suatu pola khas, yang dimulai segera setelah infark dan
berlanjut sampai sekiktar seminggu.
e. Kadar
mioglobin didalam darah meningkat, dimulai pada 1 jam dan memuncak dalam 4-6
jam setelah infark. (Corwin J. E., 2000).
5.
Faktor
Resiko
Secara garis
besar terdapat dua jenis factor resiko bagi setiap orang untuk terkena AMI,
yaitu factor resiko yang bisa dimodifikasi dan factor resiko yang tidak bisa
dimodifikasi.
a. Faktor
Resiko Yang Dapat Dimodifikasi
Merupakan
factor resiko yang bisa dikendalikan sehingga dengan intervensi tertentu maka
bisa dihilangkan. Termasuk dalam kelompok ini diantaranya:
1) Merokok
Peran rokok dalam penyakit jantung koroner ini
antara lain: menimbulkan aterosklerosis; peningkatan trombogenesis dan
vasokontriksi; peningkatan tekanan darah; pemicu aritmia jantung, meningkatkan
kebutuhan oksigen jantung, dan penurunan kapasitas pengangkutan oksigen. Merokok
20 batang rokok atau lebih dalam sehari bisa meningkatkan resiko 2-3 kali
disbanding yang tidak merokok.
2) Konsumsi
alcohol
Meskipun ada dasar teori mengenai efek protektif
alcohol dosis rendah hingga moderat, dimana ia bisa meningkatkan trombolisis
endogen, mengurangi adhesi platelet, dan meningkatkan kadar HDL dalam
sirkulasi, akan tetapi semuanya masih controversial. Tidak semua literature
mendukung konsep ini, bahkan peningkatan dosis alcohol dikaitkan dengan
peningkatan mortalitas cardiovascular karena aritmia, hipertensi sistemik dan
kardiomiopati dilatasi.
3) Infeksi
Infeksi
Chlamydia pneumoniae, organisme gram negative intraseluler dan penyebab umum
penyakit saluran pernafasan, tampaknya berhubungan dengan penyakit koroner
aterosklerotik.
4) Hipertensi
sistemik.
Hipertensi sistemik menyebabkan meningkatnya after
load yang secara tidak langsung akan meningkatkan beban kerja jantung. Kondisi
seperti ini akan memicu hipertropi ventrikel kiri sebagai kompensasi dari
meningkatnya after load yang pada akhirnya meningkatan kebutuhan oksigen
jantung.
5) Obesitas
Terdapat hubungan yang erat antara berat badan,
peningkatan tekanan darah, peningkatan kolesterol darah, DM tidak tergantung
insulin, dan tingkat aktivitas yang rendah.
6) Kurang
olahraga
Aktivitas
aerobic yang teratur akan menurunkan resiko terkena penyakit jantung koroner,
yaitu sebesar 20-40 %.
7) Penyakit
Diabetes
Resiko terjadinya penyakit jantung koroner pada
pasien dengan DM sebesar 2-4 lebih tinggi dibandingkan orang biasa. Hal ini
berkaitan dengan adanya abnormalitas metabolisme lipid, obesitas, hipertensi
sistemik, peningkatan trombogenesis (peningkatan tingkat adhesi platelet dan
peningkatan trombogenesis).
b. Faktor Resiko Yang Tidak Dapat
Dimodifikasi
Merupakan
pactor resiko yang tidak bisa dirubah atau dikendalikan, yaitu diantaranya:
1) Usia
Resiko
meningkat pada pria datas 45 tahun dan wanita diatas 55 tahun (umumnya setelah
menopause).
2) Jenis
Kelamin
Morbiditas
akibat penyakit jantung koroner (PJK) pada laki-laki dua kali lebih besar
dibandingkan pada perempuan, hal ini berkaitan dengan estrogen yang bersifat
protective pada perempuan. Hal ini terbukti insidensi PJK meningkat dengan
cepat dan akhirnya setara dengan laki-laki pada wanita setelah masa menopause.
3) Riwayat
Keluarga
Riwayat
anggota keluarga sedarah yang mengalami PJK sebelum usia 70 tahun merupakan
factor resiko independent untuk terjadinya PJK. Agregasi PJK keluarga menandakan
adanya predisposisi genetic pada keadaan ini. Terdapat bukti bahwa riwayat
positif pada keluarga mempengaruhi onset penderita PJK pada keluarga dekat.
4) Ras/Suku
Insidensi
kematian akibat PJK pada orang Asia yang tinggal di Inggris lebih tinggi dibandingkan
dengan peduduk local, sedangkan angka yang rendah terdapat pada RAS
apro-karibia.
5) Geografi
Tingkat
kematian akibat PJK lebih tinggi di Irlandia Utara, Skotlandia, dan bagian
Inggris Utara dan dapat merefleksikan perbedaan diet, kemurnian air, merokok,
struktur sosio-ekonomi, dan kehidupan urban.
6) Tipe
kepribadian
Tipe
kepribadian A yang memiliki sifat agresif, kompetitif, kasar, sinis, gila
hormat, ambisius, dan gampang marah sangat rentan untuk terkena PJK. Terdapat
hubungan antara stress dengan abnnormalitas metabolisme lipid.
7) Kelas
sosial
Tingkat
kematian akibat PJK tiga kali lebih tinggi pada pekerja kasar laki-laki
terlatih dibandingkan dengan kelompok pekerja profesi (misal dokter, pengacara
dll). Selain itu frekuensi istri pekerja kasar ternyata 2 kali lebih besar
untuk mengalami kematian dini akibat PJK dibandingkan istri pekerja
professional/non-manual. (Ilham, 2010).
6.
Penatalaksanaan
a. Istirahat
total.
b. Diet
makanan lunak/saring serta rendah garam (bila gagal jantung).
c. Pasang
infus dekstrosa 5% untuk persiapan pemberian obat intravena.
d. Atasi
nyeri :
1)
Morfin 2,5-5 mg iv atau petidin 25-50 mg
im, bisa diulang-ulang.
2)
Lain-lain : nitrat, antagonis kalsium,
dan beta bloker.
3)
Oksigen 2-4 liter/menit.
4)
Sedatif sedang seperti diazepam 3-4 x
2-5 mg per oral. Pada insomnia dapat ditambah flurazepam 15-30 mg.
e. Antikoagulan
:
1)
Heparin 20.000-40.000 U/24 jam iv tiap
4-6 jam atau drip IV dilakukan atas indikasi.
2)
Diteruskan asetakumoral atau warfarin.
3)
Streptokinase / trombolisis.
d. Pengobatan
ditujukan sedapat mungkin memperbaiki kembali aliran pembuluh darah koroner.
Bila ada tenaga terlatih, trombolisis dapat diberikan sebelum dibawa ke rumah
sakit. Dengan trombolisis, kematian dapat diturunkan sebesar 40%. (Punsalan,
2009).
7.
Pemeriksaan
a. Elektrokardiogram
(EKG)
Pemeriksaan EKG
digunakan untuk mencatat aktivitas elektrik jantung. Melalui aktivitas elektrik
jantung dapat diketahui irama jantung, besarnya jantung, dan kondisi otot
jantung, kondisi otot jantung inilah yang memiliki kaitanya dengan PJK.
b. Tes
Treadmill atau Exercise Stress Testing (uji latih jantung dengan bebean)
Exercise
testing merupakan salah satu tes yang paling sering
dilakukan untuk mendiagnosis apakah seseorang terkena menderita penyakit
jantung dan juga untuk menstratifikasi berat ringannya penyakit jantung. Selain
itu tes treadmill juga dapat dipakai
untuk mengukur kapasitas jantung, gangguan irama, dan lain-lain.
c. Echocardiography
(Ekokardiografi)
Ekokardiografi
adalah prosedur yang menggunakan gelombang suara ultra untuk mengamati struktur
jantung dan pembuluh darah, juga dapat menilai fungsi jantung.
d. Angiografi
korener
Merupakan
cara dengan menggunakan sinar X dan kontras yang disuntikan kedalam arteri
koroner melalui kateter untuk melihat adanya penyempitan diarteri koroner.
e. Multislice
Computed Tomograpy Scanning (MSCT)
CT
menghasilkan tampilan secara tomografi (irisan) digital dari sinar X yang
menembus organ. Sinar X yang menembus diterima oleh detektor yang mengubahnya
menjadi data elektrik dan diteruskan ke sistem komputer untuk diolah menjadi
tampilan irisan organ-organ tubuh.
f. Cardiac
Magnetic Resonance Imaging (Cardiac MRI)
Merupakan
salah satu teknik pemeriksaan diagnostik dalam ilmu kedokteran, yang
menggunakan interaksi proton-proton tubuh dengan gelombang radio-frekuensi
dalam medan magnet (sekitar 0,64-3 Tesla) untuk menghasilkan tampilan penampang
(irisan) tubuh.
g. Radionuclear
Medicine
Dengan
menggunakan radio aktif dimasukan kedalamtubuh pasien, kemudian dideteksi
dengan menggunakan kamera gamma atau kamera positron, sehingga pola tampilan
yang terjadi berdasrkan pola organ yang memancarkan sinar gamma. (Kabo, 2008).
8.
Komplikasi
AMI
a. Dapat
terjadi tromboembolus akibat kontraktilitas miokard berkurang. Embolus tersebut
dapat menghambat aliran darah kebagian jantung yang sebelumnya tidak rusak oleh
infark pertama.
b. Dapat
terjadi gagal jantung kongestif apabila jantung tidak dapat memompa keluar
semua darah yang diterimanya.
c. Disritmia
adalah komplikasi tersering pada infark, terjadi akibat perubahan keseimbangan
elektrolit dan penurunan PH.
d. Dapat
terjadi syok kardiojenik apabila curah jantung sangat berkurang dalam waktu
lama.
e. Dapat
terjadi ruptur miokardium selama atau segera setelah suatu infark besar.
f. Dapat
terjadi perikarditis, peradangan selaput jantung, (biasanya beberapa hari
setelah infark).
g. Setelah
infark miokard sembuh, terbentuk jaringan parut yang menggantikan sel-sel
miokardium yang mati. Apabila jaringan parut ini cukup luas, kontraktilitas
jantung dapat berkurang secara permanen. (Corwin, 2009).
9.
Pencegahan
a. Makanan
yang baik dan pengaturan gizi untuk PJK
Hanbook
of Clinical Nutrition (2006) karangan Heimburger dan Ard
secara jelas menguraikan bagaimana makanan / nutrisi berperan dalam pencegahan
berbagai penyakit termasuk diantaranya adalah penyakit jantung dan pembuluh
darah, penyakit hati, penyakit ginjal, kegemukan, osteoporosis dan juga
penyakit kanker. Makanan yang memiliki resiko tinggi menimbulkan penyakit
jantung dan pembuluh darah adalah lemak jenuh (saturated fat), kolesterol, makanan yang mengandung kalori
berlebihan, garam berlebihan, dan daging (kecuali ikan). Sedangkan makanan yang
memiliki resiko rendah termasuk disini adalah karbohidrat kompleks, mono-and poly-unsaturated fatty acid (MUFA
dan PUFA), asam lemak Omega-3 yang berasal dari ikan, makanan berserat yang
cepat larut, polifenol protein kacang kedelai, antioksidan, buah, sayur, asam
folat, vit. K, D, dan kalsium.
Untuk
mencapai gizi seimbang, dianjurkan kebutuhan energi diperoleh 60-75% dari
karbohidrat, 10-15% dari protein dan 10-25% dari lemak. Dengan demikian, dalam
pengaturan diet, yang pertama dilakukan adalah menetukan kebutuhan energi
setiap hari, yaitu melalui besarnya basal
metabolic rate (angka metabolisme basal = AMB) dan aktivitas fisik. AMB
dapat dihitung dengan cepat dengan rumus:
Laki-laki =
1 kkal x Kg BB x 24 jam
Perempuan = 0,95
kkal x KgBB x 24 jam
Kalori
(kkal); berat badan (BB)
Sedangkan
aktifitas fisik dibagi 4 golongan dan dinyatakan dalam kelipatan AMB. (Tabel 1).
Tabel
1. Cara menaksir kebutuhan energi menurut aktivitas dengan menggunakan
kelipatan AMB.
Aktivitas
|
Gender
|
|
Laki-laki
|
Perempuan
|
|
Sangat ringan
|
1,30
|
1,30
|
Ringan
|
1,65
|
1,55
|
Sedang
|
1,76
|
1,70
|
Berat
|
2,10
|
2,00
|
Berdasarkan
rumus-rumus diatas, kebutuhan energi untuk seseorang dapat secara mudah
ditentukan. Sebagai contoh, Tn. U (54 th) berat badan 65 kg dan tinggi badan
165 cm, aktivitas sehari-hari dianggap sedang, kebutuhan energinya dapat
dihitung untuk AMB adalah: 65 x 24 = 1560 kkal. Kemudian dikalikan kebutuhan energi
dengan aktivitas fisik sedang yaitu 1,76. Dengan demikian kebutuhan energi Tn.
U adalah 2745,6 kkal atau dibulatkan menjadi 2750 kkal. Jadi kebutuhan
karbohidrat (60-75% dari kebutuhan energi total) adalah sebesar 1650-2062.5
kkal atau 410-500 gram (1 gr karbohidrat = 4 kkal). Kebutuhan protein (10-15%
dari kebutuhan energi total) adalah sebesar 275-412,5 kkal atau 70-100 gram ( 1
gr protein = 4 kkal). Kebutuhan lemak ( 10-25% dari kebutuhan energi total)
adalah sebesar 275-687-5 kkal atau 30-75 gram ( 1 gr lemak = 9 kkal). (Kabo, 2008).
Tabel.
2 Panduan Memilih Bahan Makanan Bagi Penderita Jantung Koroner
Golongan
Bahan Makanan
|
Makanan Yang Boleh Diberikan
|
Makana Ynag Tidak Boleh diberikan
|
Sumber Hidrat Arang
|
Beras, kentang, roti, mi, makaroni,
biskuit, singkong, bihun, gula pasir, tepung dan talas.
|
Cake, bolu, dodol, lapis legit, dan
semua jenis kue gurih yang mengandung lemak dan gula tinggi.
|
Sumber Protein Hewani
|
Daging sapi tanpa lemak, ayam kampung
tanpa kulit, bebek tanpa kulit, ikan, telur dan susu dalam jumlah yang
dibatasi.
|
Semua jenis daging yang mengandung
banyak lemak, jenis olahan daging/ayam yang diiawetkan seperti ham/sosis.
|
Sumber Protein Nabati
|
Tempe, tahu, oncom, kacang-kacangan
dalam jumlah yang dibatasi (25 gr/hari).
|
Semua jenis makan yang digoreng dan
santan kental
|
Sumber Lemak
|
Santan encer dalam jumlah yang
dibatasi, minyak non kolesterol, margarin (dalam jumlah yang dibatasi, tidak
untuk menggoreng), kelapa.
|
Gajih sapi, kulit ayam, lemak dari
hewani.
|
Buah-buahan.
|
Hampir semua buah diperbolehkan tetapi
beberapa buah seperti alpukat, durian, nangka dibatasi.
|
|
Sayuran
|
Bayam, kangkung, wortel, buncis,
kacang panjang, toge, labu siam, tomat, kapri, oyong.
|
Sayuran yang tidak mengandung gas,
seperti kol, sawi putih dan lobak.
|
Minuman
|
Cokelat, susu, sirup, jus buah segar
dan the encer.
|
Teh kental, kopi, alkohol, minuman
yang mengandung alkohol.
|
(Ibranaf, 2011)
b. Pemberian
Antioksidan
Antioksidan
yang terdapat dalam tubuh disebut enzim antioksidan, diantaranya adalah superoxide dismutase, glutation peroxidase, dan
catalase. Sedangkan antioksidan yang
bersal dari makanan diantaranya adalah vitamin (vit) C, vit E, vit A, karoteinoid,
beta-karoten, probukol, flavonoid, beberapa asam amino, berbagai trace element seperti Cuprum, Mangan,
Selenium, dan Zinc, juga beberapa zat gula dan basa DNA.
Teori
Linus Pauling yang mengatakan vit. C dapat menghambat terjadinya
arterosklerosis adalah sebagai berikut: vit. C memiliki efek untuk mengikat Lipoprotrein-a,
jenis lemak yang memengaruhi aterosklerosis. Telah dilaporkan bahwa binatang yang
dapat memproduksi vit. C memiliki konsentrasi lipoprotein-a yang rendah, dengan
demikian secra teoritis vit. C dapat mencegah bahkan dapat mengecilkan plak
aterosklerosis, karena sebenarnya yang membentuk plak adalah Lp-a dan bukan
kolestrol LDL.
Antioksidan
kedua yang menarik adalah astaxanthin,
pigmen merah berasal dari ikan salmon dan berbagai jenis kerang yang
dikembangkan oleh grup dari jepang. Zat ini dilaporkan selain memiliki
antioksidan, juga mempunyai efek antiinflamasi yang kuat sehingga dapat
melindungi kita terhadap penyakit degeneratif termasuk penyakit jantung
koroner, hipertensi, kencing manis, dan dapat menunda proses penuaan. Dosis
yang dianjurkan adalah 4 mg per hari.
c. Olahraga
atau latihan fisik
Latihan
fisik merupakan komponen penting dalam program pencegahan primer maupun skunder
bagi penyakit jantung koroner. Beberapa studi melaporkan bahwa bagi pasien
serangan jantung, latihan fisik dengan intensitas sedang selama 30 menit setiap
hari memberikan hasil yang baik. Latiahan fisik dapat menurunkan kejadian
penyakit jantung koroner penyebabnya antara lain:
1)
Olahraga memperbaiki keseimbangan
kebutuhan dan suplai O2 pada miokard.
Hal ini bisa dicapai karena latihan fisik menurunkan denyut jantung, jadi
menurunkan kebutuhan O2. Sebaliknya, olahraga menyebabkan flak regresi dan
meningkatkan produksi NO sehingga meningkatkan suplai O2.
2)
Olahraga memiliki efek antiperadangan.
Beberapa penelitian menunjukan bahwa latihan fisik menurunkan kebutuhan
C-Reactive protein, salah satu pertanda adanya inflamasi.
3)
Olahraga memperbaiki irama jantung.
Berbagai penelitian telah menunjukan bahwa latihan fisik menurunkan angka
kejadian mati mendadak pada pasien PJK karena menurunkan angka kejadian
gangguan irama. Hal ini dijelaskan sebagai berikut: latihan fisik menciftakan
lokasi iskemia sementara pada miokard sehingga memberi kesembatan miokard untuk beradaptasi terhadap iskemia yang mendadak.
4)
Olahraga memiliki efek antitromboti; thrombus atau gumpalan darah yang
terbentuk didaerah penyempitan adalah
penyebab terjadinya serangan jantung. Latihan fisik memperbaiki kualitas
sel-sel darah (reologi) sehingga darah tidak gampang beragregasi atau
bergumpal.
5)
Olahraga mengurangi disfungsi
psiko-sosisl seperti stres dan depresi yang dilaporkan meningkatkan kejadian
seranagan jantung.
6)
Latihan fisik menurunkan kadar gula
darah pada orang normal, dan bagi penderita kencing manis, gula darah lebih
mudah terkontrol. Selain itu olahraga memperbaiki sensitivitas baroresptor
pasien serta meningkatkan kadar HDL dalam darah. (Kabo, 2008).
0 comments
Post a Comment