ALT/TEXT GAMBAR
Powered by Blogger.

Sponsor Kami

Featured Video

Berbagi Indah Pada Waktunya Dengan Dunia ILMU

Total de visualizações

Followers

Friday 13 July 2012

Pelayanan Kesehatan Reproduksi

ALT/TEXT GAMBAR
 


A.  Pengertian Pelayanan Kesehatan Reproduksi
Kesehatan Reproduksi menurut WHO adalah kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh bukan hanya bebas dari penyakit atau kecatatan, dalam segala aspek yang berhubungan dengan system reproduksi, fungsi serta prosesnya. Reproductive health is a state of complete physical, mental and social welling and not merely the absence of disease or infirmity, in all matters relating to reproductive system and to its funtctions processes (WHO).
Baik laki-laki maupun perempuan memerlukan landasan psikis yang memadai agar perkembangan emosinya berlangsung dengan baik. Hal ini harus dimulai sejak sejak anak-anak, bahkan sejak bayi. Sentuhan pada kulitnya melalui rabaan dan usapan yang hangat, terutama sewaktu menyusu ibunya, akan memberikan rasa terima kasih, tenang, aman dan kepuasan yang tidak akan ia lupakan sampai ia besar kelak. Perasaan semacam itu akan menjadi dasar kematangan emosinya dimasa yang akan datang.
Salah satu butir kesepakatan ICPD Cairo 1994 adalah Hak reproduksi dan kesehatan reproduksi termasuk masalah KB dan kesehatan seksual. ICPD Cairo memberikan defenisi tentang kesehatan reproduksi sebagai berikut “Kesehatan Reproduksi adalah kesehatan secara fisik, mental dan kesejahteraan sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan fungsi serta proses reproduksi dan bukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit dan kecacatan”. Setiap pasangan suami-isteri yang telah menikah selalu menginginkan untuk memiliki anak atau keturunan. Anak dapat diperoleh melalui hubungan intim suami dan isteri (anak kandung) atau dapat dilakukan dengan cara mengadopsi anak dari pasangan lain (anak angkat/anak piara). Namun yang sangat diharapkan oleh setiap pasangan adalah memiliki anak kandung. Namun dalam kenyataan hidup, ada pasangan yang isterinya tidak dapat hamil karena adanya gangguan infertilitas/ketidaksuburan pada salah satu diantara pasangan tersebut baik isteri maupun suami. Sehingga harapan untuk mendapatkan anak melalui hubungan intim suami isteri sulit tercapai. Hal ini mendorong pasangan yang mengalami masalah infertilitas untuk mencari jalan keluar, yang salah satu caranya adalah melaui konsepsi buatan atau bayi tabung.
Menurut program kerja WHO ke IX (1996-2001), masalah kesehatan reproduksi ditinjau dari pendekatan siklus kehidupan keluarga, meliputi :
  • Praktek tradisional yang berakibat buruk semasa anak-anak (seperti mutilasi, genital, deskriminasi nilai anak, dsb);
  • Masalah kesehatan reproduksi remaja (kemungkinan besar dimulai sejak masa kanak-kanak yang seringkali muncul dalam bentuk kehamilan remaja, kekerasan/pelecehan seksual dan tindakan seksual yang tidak aman);
  • Tidak terpenuhinya kebutuhan ber-KB, biasanya terkait dengan isu aborsi tidak aman;
  • Mortalitas dan morbiditas ibu dan anak (sebagai kesatuan) selama kehamilan, persalian dan masa nifas, yang diikuti dengan malnutrisi, anemia, berat bayi lahir rendah;
  • Infeksi saluran reproduksi, yang berkaitan dengan penyakit menular seksual;
  • Kemandulan, yang berkaitan erat dengan infeksi saluran reproduksi dan penyakit menular seksual;
  • Sindrom pre dan post menopause dan peningkatan resiko kanker organ reproduksi;
  • Kekurangan hormon yang menyebabkan osteoporosis dan masalah ketuaan lainnya.

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Reproduksi
Secara garis besar dapat dikelompokkan empat golongan faktor yang dapat
berdampak buruk bagi keseshatan reproduksi:
  1. Faktor sosial-ekonomi dan demografi (terutama kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah dan ketidaktahuan tentang perkembangan seksual dan proses reproduksi, serta lokasi tempat tinggal yang terpencil)
  2. Faktor budaya dan lingkungan (misalnya, praktek tradisional yang berdampak buruk pada kesehatan reproduksi, kepercayaan banyak anak banyak rejeki, informasi tentang fungsi reproduksi yang membingungkan anak dan remaja karena saling berlawanan satu dengan yang lain, dsb)
  3. Faktor psikologis (dampak pada keretakan orang tua pada remaja, depresi karena ketidakseimbangan hormonal, rasa tidak berharga wanita terhadap pria yang membeli kebebasannya secara materi, dsb);
  4. Faktor biologis (cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca penyakit menular seksual, dsb).
Pengaruh dari semua faktor diatas dapat dikurangi dengan strategi intervensi yang tepat guna, terfokus pada penerapan hak reproduksi wanita dan pria dengan dukungan disemua tingkat administrasi, sehingga dapat diintegrasikan kedalam berbagai program kesehatan, pendidikan, sosial dam pelayanan non kesehatan lain yang terkait dalam pencegahan dan penanggulangan masalah kesehatan reproduksi.

0 comments

Post a Comment

ALT/TEXT GAMBAR
ALT/TEXT GAMBAR